hukum dan pranata pembangunan
Hubungan
antara hukum dan pranata pembangunan
![Image result for hukum dan pranata pembangunan](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6r7SDQ8JFyJ9I26TLPJEiGQjMSz8ZJuOLx7XsSDFFv8azmvlrvc9ViGlfxzLqsIZc9fIddXZg_nplYjeE49_84JtzI02wsWehhll7TYXjLlmvuMh95bbloDntI13dOIuSzxbtvvWJ9hg1/s400/negara-hukum.jpg)
Hukum dan pranata pembangunan diperlukan untuk menjamin agar
suatu pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Keduanya akan berperan sebagai
kontrol bagi pihak-pihak yang terlibat pembangunan agar menjalankan kewajibannya,
serta memberi jaminanatas hak masing-masing pihak. Dengan adanya hukum dan
pranata pembangunan, diharapkan pembangunan yang dikerjakan dapat berjalan
lancar sesuai yang telah disepakati bersama.
Salah satu penerapan hukum dan pranata sosial, dapat kita
lihat pada sebuah kontrak kerjasama. Kotrak kerjasama akan mengatur berbagai
hal, mulai dari jenis proyek, pihak-pihak yang terlibat, dasar hukum, hingga
sanksi-sanksi yang akan dijatuhkan jika ada pihak yang melanggar kesepakatan.
HUKUM
PRANATA PEMBANGUNAN MEMILIKI EMPAT UNSUR :
Manusia
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia.Karena manusia merupakan sumber daya yang paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia.Karena manusia merupakan sumber daya yang paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.
Sumber daya alam
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan. Sumber daya alam sebagai sumber utama pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan. Sumber daya alam sebagai sumber utama pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.
Modal
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah.Apabila semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah.Apabila semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
Teknologi
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan.Dengan teknologi dapat mempermudah, mempercepat proses pembangunan.
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan.Dengan teknologi dapat mempermudah, mempercepat proses pembangunan.
Contoh
bentuk kerjasama antar pelaku pembangunan
Hubungan Kerjasama Pemerintah dengan Pihak Swasta
dalam Pembangunan Infrastruktur di Indonesia
![Image result for hukum dan pranata pembangunan](https://icculfakot.files.wordpress.com/2017/09/cscdesain-wallpaper-arsitek-8.jpg?w=350)
Sejak otonomi daerah 1999
jumlah daerah di Indonesia saat ini telah bertambah menjadi 34 provinsi dan
508 kabupaten/kota. Penambahan jumlah daerah otonomi merupakan hasil dari
semangat otonomi daerah yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi daerah
untuk membangun daerahnya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini dapat diwujudkan apabila pemerintah daerah mampu menerapkan kebijakan
lokal secara bijaksana dengan mamaksimalkan pelayanan publik. Penyediaan
pelayanan publik salah satunya melalui penyediaan infrastruktur bagi
masyarakat.
Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 67 Tahun 2005 yang kemudian direvisi menjadi Peraturan Presiden
Nomor 38 Tahun 2015, penyediaan infrastruktur bagi masyarakat meliputi
infrastruktur ekonomi dan sosial. Ini meliputi infrastruktur
transportasi, jalan, sumber daya air dan irigasi, air minum, sistem pengelolaan
air limbah setempat, sistem pengelolaan persampahan, telekomunikasi dan
informatika, konservasi energi, fasilitas perkotaan, fasilitas pendidikan,
fasilitas sarana dan prasarana olahraga serta kesenian, fasilitas kesehatan,
kawasan,pariwisata, lembaga permasyarakatan, dan perumahan rakyat. Namun, tidak
semua pembangunan infrastruktur ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah,
khususnya daerah otonom baru yang masih belum diimbangi dengan kapasitas SDM
dan finansial yang memadai untuk melaksanakan kegiatan tersebut sehingga
penyediaan infrastruktur di daerah masih dapat dikatakan belum maksimal bahkan
sangat minim. Sebagai contoh, akibat tidak lengkapnya sarana pendidikan maka
anak-anak yang tinggal di daerah-daerah terpencil kesulitan untuk pergi ke
sekolah karena tidak tersedianya akses menuju ke sekolah dimana mereka harus
pergi ke sekolah dengan melewati jembatan gantung yang tidak aman. Contoh kasus
ini terjadi di daerah Lebak Banten, yang mana setelah 10 tahun baru memiliki
jembatan permanen. Pembangunan jembatan ini merupakan bantuan dari IKANAS yang
bekerjasama dengan alumni ITB dan PT SMI dengan biaya sebesar Rp.260 juta
(news.detik.com,
27Agustus 2016).
Namun lain halnya
dengan DKI Jakarta yang secara finansial dan SDM dapat dikatakan lebih mampu
masih belum bisa memperbaiki infrastruktur yang sudah ada sehingga sampai
dengan saat ini masih harus menghadapi persoalan-persoalan kompleks seperti
permasalahan banjir, polusi udara dan suara, penyediaan pemukiman, pengelolaan
sampah,dan lain-lain. Berbagai persoalan yang ada tersebut
tentunya perlu ditanggapi dengan serius oleh pemerintah pusat dan daerah
(kabupaten/kota). Namun, bagaimana pemerintah khususnya pemerintah daerah mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dengan adanya berbagai persoalan
tersebut. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menata dan membangun
daerah kabupaten/kota melalui pengembangan kapasitas (capacity
building), partisipasi masyarakat (community participation),
dan kerjasama pemerintah dan swasta (public private partnership). Tulisan
pada artikel ini membahas hubungan kerjasama pemerintah dan swasta
dalam pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kerjasama Pemerintah
dengan Pihak Swasta (Public Private
Partnership/PPP)
Otonomi daerah telah
membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan kebijakan lokal
secara bijaksana. Namun implementasi kebijakan tersebut belum maksimal diterapkan
karena keberadaan daerah-daerah otonom baru tidak diiringi dengan
kapasitas sumber daya manusia dan finansial yang memadai. Dengan demikian
banyak terjadi keterlambatan dalam pembangunan terutama pembangunan
infrastruktur.
Oleh karena itu pemerintah
daerah perlu mencari solusi atas persoalan tersebut dengan melibatkan
berbagai stakeholder terkait dalam pelaksanaan pembangunan,
misalnya pihak swasta, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan Non Governmental
Organisation (NGO), serta dan lain-lain. Keterlibatan berbagai
pihak ini memiliki peran penting untuk membantu pemerintah mengingat tidak
semua aktivitas pembangunan mampu dikerjakan oleh pemerintah sendiri terutama
dalam hal ketersediaan skill SDM dan finansial sehingga
perlu keterlibatan pihak swasta. Bentuk kerjasama yang melibatkan pihak
swasta ini dikenal dengan public private partnership (PPP).
Menurut William J.
Parente dari USAID Environmental Services Program, PPP
adalah an agreement or contract, between a public entity and a private party,
under which : (a) private party undertakes government function for specified
period of time, (b) the private party receives compensation for performing the
function, directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks
arising from performing the function and, (d) the public facilities, land or
other resources may be transferred or made available to the private party.
PPP ini merupakan
hubungan kerjasama pemerintah dengan publik dalam pelaksanaan pembangunan
melalui investasi dengan melibatkan pemerintah, pihak swasta, masyarakat, dan
NGO. Masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi dalam pelaksanaan
pembangunan. Peran dan fungsi permerintah sebagai suatu institusi resmi
dituntut untuk lebih transparan, akuntabel, responsif, efektif dan efisien
dalam penciptaan good governance. Tentunya dalam hal ini tidak terlepas
dari fungsi pengawasan pemerintah terhadap sektor swasta yang terlibat dalam
pelaksanaan pembangunan.
Lebih lanjut ada tiga
hal yang mendorong pemerintah untuk melakukan kerjasama pemerintah dan swasta
(PPP) karena masalah keterbatasan dana, efisiensi dan efektivitas pemerintahan,
dan pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat. Sebagai suatu daerah yang
baru berkembang tentunya pemerintah daerah tidak dapat mengandalkan
sumber daya yang ada (keuangan dan SDM). Disini pemerintah daerah butuh menarik
pihak swasta untuk melakukan investasi tidak hanya dalam bentuk dana tetapi
juga peningkatan skill SDMnya untuk membangun
dan memelihara infrastruktur yang belum dan sudah tersedia dalam rangka
menyejahterakan masyarakat.
Namun dalam pelaksanaan
pembangunan yang melibatkan PPP ini dapat memberikan dampak positif dan
negatif. Dampak positif dari PPP yakni adanya pembagian risiko
antara pihak pemerintah dan swasta, penghematan biaya, perbaikan tingkat
pelayanan, dan multiplier effect (manfaat ekonomi
yang lebih luas misalnya penciptaan lapangan kerja, pengurangan tingkat
kriminalitas, peningkatan pendapatan). Sementara dampak negatif dari PPP
apabila tidak tepat sasaran justru terjadi penambahan biaya, adanya situasi
politik nasional yang tidak stabil turut mempengaruhi proses PPP misalnya
tertundanya pelaksanaan proyek kegiatan, pelayanan yang kurang prima,
terjadi bias dalam proses seleksi proyek kegiatan misalnya penentuan pemenang
tender, hilangnya kontrol pemerintah dalam proses pelaksanaan kegiatan, dan
sebagainya.
Oleh karena itu untuk
menghindari dampak-dampak negatif yang akan muncul maka dalam proses PPP
haruslah mengikuti payung hukum yang jelas baik mengenai pembagian
insentif dan tanggung jawab masing-masing pihak. Dengan demikian harus
ada perjanjian kontrak yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab
masing-masing pihak dimana ada ketentuan pembagian risiko dan timbal balik
finansial yang didapat oleh pihak-pihak yang terlibat.
Bentuk PPP
Keterlibatan pihak
swasta yang mampu menyediakan keuangan dan tenaga ahli setidaknya membantu
fungsi pemerintah sebagai motor pelaksana pembangunan. Selain itu melalui PPP
juga menciptakan sistem pemerintahan yang bersih karena dalam hal ini
pemerintah juga bisa melaksanakan fungsi kontrol terhadap sektor swasta yang
terlibat. Namun perlu diingat, hubungan yang terjalin antara pemerintah dan
sektor swasta haruslah memiliki hubungan yang saling menguntungkan dan harus
diikat dalam suatu kontrak untuk jangka waktu tertentu. Disinilah peran dan
fungsi pemerintah untuk mengontrol pelaksanaan pembangunan diperlukan.
Sebagaimana kita sadari bahwa sudah jelas dengan adanya keterlibatan pihak
swasta adalah untuk meraih keuntungan sebagai konsekuensi dalam
pembangunan. Namun keuntungan yang didapat oleh pihak swasta ini sudah
seharusnya tidak merugikan pembangunan. Oleh karena itu perlunya adanya
pengawasan dari pemerintah dan pembatasan waktu.
Proses kerjasama yang
terjalin antara pemerintah dan pihak swasta dapat dilakukan dalam beberapa cara
yaitu melalui service contract, management contract, lease contract, concession, BOT
(Build Operation Transfer), Joint Venture Agreement, dan Community Based
Provision. Namun dalam proses kerjasama yang dilakukan ini
terdapat beberapa keunggulan dan kelemahannya.
Service contract
merupakan kerjasama pemerintah dengan pihak swasta untuk melaksanakan
tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu satu sampai dengan tiga tahun. Pihak
swasta memiliki posisi sebagai pemilik asset dan penanggung jawab risiko
keuangan secara penuh. Di dalam proses ini tidak terlalu membutuhkan komitmen
politik, biaya recovery, regulasi dan informasi dasar. Sementara kapasitas
pemerintah pun dikategorikan sedang (tidakmemerlukan skill khusus).
Contohnya pengumpulan dan pembuangan sampah, pengerukan kali, penarikan
dan pengumpulan tagihan air, perawatan pipa air, kesemuanya ini dapat
dimitrakan kepada pihak swasta.
Selanjutnya
adalah management contract. Kerjasama ini tidak jauh berbeda
dengan service contract. Namun yang membedakannya adalah
kerjasama ini dilakukan pada tingkatan operasional manajemen dan maintenance dengan
jangka waktu tiga sampai dengan delapan tahun. Posisi pihak swasta adalah
sebagai pemilik asset, investor, dan bertanggung jawab atas risiko
finansial dalam batasan minimal. Di dalam proses seleksi hanya ada satu
kali kompetisi dan tidak ada pembaharuan perjanjian. Keunggulan dari management
contract adanya keterlibatan pihak swasta yang lebih kuat.
Namun kelemahannya manajemen tidak memiliki pengawasan yang kuat secara
menyeluruh (meliputi keuangan, kebijakan pegawai,dan sebagainya). Contohnya
tidak jauh berbeda dengan service contract seperti
pengelolaan fasilitas umum (rumah sakit, sekolah, tempat parkir).
Lease contract yaitu
kerjasama pemerintah yang pihak swasta dalam jangka waktu sepuluh sampai dengan
lima belas tahun dimana tanggung jawab manajemen, operasional dan pembaharuan
kontrak lebih spesifik. Pemilik modal adalah sektor publik (pemerintah) namun
pihak swasta turut menanggung risiko keuangan (risiko menengah). Kelemahannya
akan menimbulkan potensi konflik antara pihak swasta sebagai operator pelaksana
dan sektor publik (pemerintah) sebagai pemilik modal. Contohnya pengelolaan
taman hiburan, bandara, dan armada bis, dan sebagainya.
Concession merupakan
kerjasama yang melibatkan pemerintah/publik dan swasta sebagai pemilik modal
dalam jangka waktu 20 sampai dengan 30 tahun. Posisi pihak swasta sebagai
penanggung jawab operasional, pemodal, memelihara,dan menanggung risiko secara
penuh. Keunggulannya pihak swasta mendapatkan kompensasi penuh. Di sisi lain
sektor publik/pemerintah mendapatkan manfaat peningkatan efisiensi operasional
dan komersial dalam investasi dan pengembangan SDMnya. Namun untuk
mengembangkan investasi dan infrastruktur dalam jangka waktu yang lama perlu
komitmen politik, regulasi, kapasitas pemerintah, recovery cost,
dan analisis kemampuan yang tinggi. Contohnya PPP yang bersifat comncession adalah
pembangunan jalan tol, pelabuhan laut dan udara, rumah sakit, stadion olahraga,
dan sebagainya.
Build Operate Transfer
(BOT) merupakan kejasama PPP yang investasi dan
komponen utamanya adalah peningkatan pelayanan publik dengan jangka waktu 10
sampai dengan 30 tahun. Posisi pihak swasta sebagai penanggung jawab operasi,
pemelihara, pemodal, dan penanggung jawab risiko serta pihak swasta juga
akan mendapatkan imbalan sesuai dengan parameter produksinya. Sistem ini efektif
untuk mengembangkan kapasitas SDM, namun kelemahannya untuk meningkatkan
efisiensi operasional membutuhkan jaminan sehingga diperlukan analisis
kemampuan, kapasitas pemerintah, komitmen politik, regulasi yang tinggi
dan recovery cost yang bervariasi. Contohnya
pembangunan jalan tol, pelabuhan udara dan laut, pembangkit listrik, dan
sebagainya. Contoh ini tidak jauh berbeda dengan lease contract.
Joint Venture Agreement adalah
PPP dimana investasi dan risikonya ditanggung bersama antara pemerintah dan
pihak swasta. Disini tidak ada batasan waktu hanya berdasarkan kesepakatan
saja. Kerjasama ini melibatkan berbagai pihak mulai dari
pemerintah, non pemerintah, swasta, dan sebagainya atau stakeholder terkait.
Masing-masing pihak saling berkontribusi. Kunggulan dari joint
venture dapat saling berbagi dalam menyumbangkan sumber
daya yang ada (finansial dan SDMnya). Namun kelemahannya ada peluang
penyalahgunaan investasi dimana pemerintah memberikan subsidi kepada pihak
swasta atau pihak lainnya dalam pelaksanaan kerjasama tersebut yang seharusnya
dihindari.
Community Based
Provision (CBP) merupakan kerjasama
perorangan/keluarga/perusahaan kecil merupakan kerjasama
perorangan/keluarga/perusahaan kecil yang merepresentasikan kepentingan
tertentu dengan menegosiasikannya kepada pemerintah dan NGO. Posisi NGO sebagai
mediator antara masyarakat (perorangan/keluarga/perusahaan) dengan pemerintah.
Contohnya pengelolaan bank sampah di lingjkungan tertentu (RT, RW atau kompleks
perumahan) yang bertujuan untuk mendaur ulang sampah demi kelestarian
lingkungan dan memanfaatkannya sebagai tujuan ekonomi.
Berdasarkan beberapa
jenis PPP yang telah dijelaskan tersebut maka dari beberapa keunggulan dan
kelemahan yang dimilikinya tidak dapat ditentukan jenis PPP yang tepat.
Kesemuanya ini tergantung pada jenis kegiatan atau proyek, manfaat kegiatannya,
jangka waktu pembangunannya hingga baru bisa ditentukan jenis PPP yang
dibutuhkan.
Keunggulan dan
Kelemahan PPP dalam Pembangunan Infrastruktur di Indonesia
PPP dapat dikatakan
merupakan suatu alternatif atas persoalan pembangunan infrastruktur di
Indonesia, terutama bagi daerah-daerah otonom baru untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah yang memiliki dana terbatas dan
kapasitas SDM yang kurang memadai dapat tetap melakukan pembangunan
infrastruktur daerahnya melalui kerjasama dengan pihak swasta. Sebagai contoh
dalam proyek pembangunan jalan tol dibutuhkan dana yang besar. Sementara
pemerintah daerah memiliki kemampuan keuangan yang terbatas ,maka proyek
tersebut dapat dimitrakan kepada pihak swasta untuk mengerjakannya.
Pemerintah membuat dan menetapkan kerangka kerjanya sementara pihak swasta
sebagai pemodal dan pelaksana proyek tersebut. Atas biaya dan modal yang
telah dikeluarkan oleh pihak swasta maka pengguna jalan tol dibebani biaya
untuk penggunaan fasilitasnya. Fee yang diterima pihak swasta tentunya memiliki
jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian “concession” tersebut.
Pada batas waktu perjanjian maka hasil proyek tersebut menjadi milik pemerintah.
Berdasarkan contoh ini semua pihak sama-sama diuntungkan dalam proses PPP.
Namun penerapan PPP di
Indonesia juga masih lemah karena regulasi yang saling tumpang tindih sehingga
menyulitkan pihak swasta untuk melakukan investasi, prosedur birokrasi
yang masih berbelit-belit, perencanaan tata ruang wilayah dan daerah yang belum
tertata dengan baik, desain perencanaan teknis yang tidak matang sehingga
menyulitkan pihak swasta dalam proses pengerjaan. Salah satu contoh dalam
pembangunan jalan tol sering terjadi perbaikan akibat proses perencanaan yang
tidak matang. Dengan demikian dalam proses PPP maka perlu kesiapan dan
kematangan dari pemerintah atau pemerintah daerah untuk menyiapkan regulasi dan
kerangka kerja yang matang sehingga dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut
dapat terealisasi secara maksimal dan memberikan keuntungan kepada berbagai
pihak terkait. (Nyimas Latifah Letty Aziz)
Sumber :
Komentar
Posting Komentar